Thursday, August 20, 2009

LAYAK Memenuhi Undangan PESTA

Lalu Yesus berbicara pula dalam perumpamaan kepada mereka: "Hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja, yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang. Ia menyuruh pula hamba-hamba lain, pesannya: Katakanlah kepada orang-orang yang diundang itu: Sesungguhnya hidangan, telah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan kawin ini. Tetapi orang-orang yang diundang itu tidak mengindahkannya; ada yang pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya, dan yang lain menangkap hamba-hambanya itu, menyiksanya dan membunuhnya. Maka murkalah raja itu, lalu menyuruh pasukannya ke sana untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan membakar kota mereka. Sesudah itu ia berkata kepada hamba-hambanya: Perjamuan kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk itu. Sebab itu pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. Maka pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu. Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. Ia berkata kepadanya: Hai saudara, bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja. Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi. Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih."  

(Injil Kamis, 20 Aug ’09: Mat 22:1-14)

 

Di daerah asal saya maupun di sebagian besar tempat lainnya, akhir Juni hingga Agustus biasanya menjadi bulan yang diwarnai dengan ramainya undangan untuk “kondangan” atau hajatan atau resepsi, entah itu pernikahan atau sunatan. Mungkin ada yang didatangi mungkin ada juga undangan yang tidak dipenuhi. Ketika menerima undangan dan memenuhi undangan itu, hal yang dipikirkan adalah pakaian dan amplop. Tentu kita akan berpakaian layak dan mengisi amplop sesuai dengan keadaan kita untuk diserahkan kepada si empunya pesta. Bayangkan saja kalau pesta itu adalah pesta pernikahan kakak kita atau pernikahan kita sendiri, apa yang kita inginkan dari para tamu? Tentu kita mau banyak tamu yang datang, tidak hanya sekadar datang tetapi datang dengan berpakaian rapi, layak dan terlihat bersih. Kita menginginkan para tamu menghargai undangan kita dan menghadiri pesta dengan tepat waktu, tertib dan bergembira bersama kita. Saya yakin setiap penyelenggara pesta pasti mengharapkan hal yang sama. Siapapun itu, dan itulah juga yang dikehendaki ALLAH kita.

Sangat luar biasa rasanya sentuhan humaniora yang dipakai dalam pesta pernikahan untuk menggambarkan bagaimana kehendak baik Allah yang penuh Kasih untuk menyelamatkan manusia dan membuat manusia bergembira karena bersatu denganNYA. Kita lihat pilar dari perumpamaan hari ini:

  1. Ada Pesta Pernikahan Anak Raja
  2. Ada Undangan pertama à yang diundang tidak datang
  3. Undangan kedua à yang diundang juga tidak datang
  4. Raja murka
  5. Undangan kepada segmen lain yang lebih universal dikirim
  6. Pesta diselenggarakan
  7. Ada tamu yang tidak berpakaian layak
  8. Tamu yang tidak layak itu dihukum

Kita masih mengembangkan permenungan di setiap pilar itu tentunya. Yang menjadi pertanyaan reflektif untuk saya adalah apakah aku mau memenuhi undangan dari Allah dalam hidup nyataku, apakah dan bagaimanakah aku mempersiapkan hati dan budi, jiwa dan dan raga ku untuk dinyatakan LAYAK dalam PESTA itu?? Mari kita contoh teladan Santo Bernardus yang oleh Gereja diperingati hari ini. Santo Bernardus, Doakanlah kami.

 

Thursday, August 13, 2009

Forgiveness

”Maaf?... Enak banget lu minta maaf?...” Kita pernah mendengar kalimat itu diucapkan oleh seseorang kepada temannya atau mungkin kita ucapkan sendiri. Nyata bahwa betapa sulit bagi kita memberikan pengampunan kepada orang lain.  Ayo pikirkan dan coba lakukan bahwa kita harus mengampuni tanpa batas, tak terhitung, selalu dan selama-lamanya. Apakah ada yang berani langsung jawab ”iya”? Tegas dan tulus, ”IYA, saya bisa”? Kita baca dulu perikop Injil hari ini:

”Datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” (Injil Kamis, 13 Agustus 2009: Mat. 18:21 – 19:1)

Jawaban/perkataan Yesus hari ini sungguh membahagiakan. Itulah cermin pengampunan dari Allah kepada kita. Allah mengampuni kita tanpa batas, maka kitapun harus mengampuni orang lain tanpa batas!

Benarkah kalau kita berpikir bahwa kita akan diampuni tanpa batas, apabila kita sendiri tidak mau mengampuni orang lain? Ingat Doa BAPA KAMI? ”Ampunilah kesalahan kami seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami...” Yuk... mari belajar mengampuni sebab Allah kita Penuh Belaskasihan, Ia mengunjungi kita Laksana Fajar Cemerlang, Ialah Allah Maha Pengampun dan kita diundang untuk mengampuni tanpa batas! Memaafkan dan mengampuni sepertinya sama dengan menyambungkan kita dengan sesuatu yang terputus, yaitu relasi dengan Sesama, relasi dengan Alam dan Relasi dengan Tuhan. Ya Tuhan, Ajari dan kuatkan aku untuk bisa mengampuni...!

 

 

Wednesday, August 12, 2009

Hilang, Dapat dan Jaga

"Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga. Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka."
(Injil Rabu, 12 Agustus 2009: Mat 18:15-20)

Pernah kehilangan sesuatu? Pernah kehilangan seseorang? Bagaimana perasaan kita saat kita menemukan kembali sesuatu atau bahkan seseorang yang pernah hilang? Senang, ya tentu kita akan merasa puas, lega dan gembira bahkan kalau yang hilang itu adalah sesuatu yang sangat berharga dan ketika itu ditemukan maka perasaan yang muncul mungkin tidak hanya senang, tetapi sangat emosional, gembira terharu penuh tangis kebahagiaan, suasana hati yang mungkin tak terperikan.
"Mendapatkan kembali", inilah kunci dari karya penyelamatan Tuhan, inti pengurbananNya di salib. Kata-kata ‘mendapatkan kembali' inilah yang Tuhan inginkan menjadi kunci dari semua bentuk relasi dengan sesama di sekitar kita. Tuhan sangat menghargai relasi personal, bicara dari hati ke hati, tulus dan jauh dari gossip. Berani untuk berbicara dan menegur secara baik untuk tujuan mendapatkan dia kembali.
Nah bagaimana dengan kita? Apakah kita membangun relasi kita dalam kehangatan dan personal? Atau kita lebih cenderung membicarakan orang lain di belakang mereka? Menggosipkan orang lain di belakang mereka memang jauh lebih mudah dan tidak berisiko, tapi inilah perbuatan yang tidak bertanggungjawab dan tidak sesuai dengan firman Tuhan.
Lebih lanjut apa yang kemudian kita akan lakukan? Tentu saja kita berniat untuk menjaganya dengan penuh kasih dan penuh kehati-hatian, tidak mau kehilangan lagi…
Yuk... Mari kita jaga yang kita miliki sekarang ini penuh syukur. Kita memiliki banyak lho, teman, orangtua, saudara, pekerjaan, handphone, motor, uang, waktu, dan banyak lagi... yang paling berharga adalah iman, martabat, kehormatan dan kepercayaan. Mari kita saling menjaga... Kita sepakat meminta kepada Tuhan bersama-sama supaya kita dikuatkan untuk saling menjaga dan Tuhan akan mendengar untuk mengabulkannya, AMIN.

Sunday, August 09, 2009

Magnificat

KIDUNG MAGNIFIKAT

Bacaan Injil pada perayaan hari ini (Luk 1:39-56) memuat dua bagian, yakni kisah Maria mengunjungi Elisabet (ay. 39-45) dan Kidung Pujian "Magnifikat" (ay. 46-55) yang berakhir dengan ay. 56 sebagai penutup kisah. Bagian pertama mengisahkan dua orang perempuan yang mendapati diri beruntung. Elisabet yang termasuk kaum yang kena aib karena tidak mengandung sampai usia senja kini akan melahirkan Yohanes Pembaptis. Dan dia yang masih ada dalam rahim itu melonjak kegirangan mendengar salam yang diucapkan Maria yang datang berkunjung. Maria sendiri harus melewati hari-hari tak enak memikirkan bagaimana menjelaskan keadaan dirinya kepada Yusuf, tunangannya. Ia bertanya kepada malaikat yang datang kepadanya, bagaimana mungkin semuanya terjadi. Jawab malaikat menunjuk pada peran Roh Kudus. Begitulah kisah yang disampaikan kepada kita oleh Lukas. Dan kelanjutannya kita ketahui. Maria membiarkan Roh Kudus bekerja dalam dirinya. Itu dia Tuhan yang mengubah diri menjadi suara hati manusia. Dan suara hatinya itu jugalah yang membuatnya berkata "Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu!"

Roh yang sama itu juga yang membuat Maria mengkidungkan pujian yang dibacakan hari ini. Kidung itu mulai pada ay. 46 dengan pujian bagi Tuhan yang turun untuk menyelamatkan. Ia membuat hidup ini berarti. Ia membuat penderitaan bermakna. Kemudian dalam ay. 48 terungkap pengakuan bahwa Tuhan menyayangi orang-orang yang kecil sehingga mereka menjadi besar di mata orang. Tak perlu kita tafsirkan ini sebagai teologi pembalikan nasib orang miskin jadi kaya dan orang kaya jadi melarat. Ayat itu mewartakan kebesaran Tuhan yang tidak takut berdekatan dengan orang kecil, bukan karena tindakan ini romantik, ideal, melainkan karena orang kecil itu dapat memberinya naungan dan mengurangi kesepiannya! Orang sederhana biasanya ingat Tuhan dan itu cukup membuatNya menemukan kembali secercah kegembiraan yang telah hilang dari surga dulu. Ini teologi sehari-hari.

Ayat-ayat selanjutnya, yakni 49-55, berupa pembacaan kembali sejarah terjadinya umat Israel. Ditekankan tindakan-tindakan hebat Tuhan yang membela orang-orang yang dikasihiNya di hadapan pihak-pihak yang mau menindas mereka. Puji-pujian yang terungkap dalam Magnifikat ini senada dengan ungkapan kegembiraan dan kepercayaan akan perlindungan ilahi seperti terdapat dalam Kidung Hana dalam 1Sam 2:1-10.

Sering ada anggapan bahwa penderitaan, kemelaratan, ketidakberuntungan, aib, semuanya ini dikenakan sebagai hukuman bagi suatu kesalahan. Juga dianggap bahwa hukuman bisa juga diturunkan kepada keturunan orang yang bersalah. Dosa menurun, hukuman berkelanjutan. Dalam Kidung Magnifikat pendapat seperti ini tidak diikuti. Malah ditegaskan bahwa Tuhan membela orang yang percaya kepadanya yang meminta pertolongan dariNya. Bagaimana dengan orang yang hidupnya beruntung, menikmati kelebihan, tidak kurang suatu apa? Apakah mereka itu akan dikenai malapetaka? Kiranya bukan itulah yang dimaksud. Orang-orang yang beruntung dihimbau agar mengambil sikap seperti Tuhan sendiri, yakni memperhatikan mereka yang kurang beruntung. Sama sekali bertolak belakang bila orang membiarkan kekayaan, kedudukan, kepintaran membuat sesama yang kurang beruntung menjadi terpojok atau kurang mendapat kesempatan untuk maju. Inilah yang kiranya hendak disampaikan dalam ay. 52-53 yang mengatakan bahwa kaum congkak hati akan diceraiberaikan, orang berkedudukan akan direndahkan, orang kaya akan disuruh pergi dengan tangan hampa. Kidung Magnifikat mengajak orang-orang yang merasa beruntung diberkati oleh Tuhan dengan kelebihan bukan untuk menikmatinya, melainkan untuk memungkinkan sesama ikut beruntung. Di sini tidak ditawarkan sebuah teologi penjungkirbalikan nasib, melainkan pelurusan hakikat kehidupan sendiri.

Kepercayaan akan kebesaran Tuhan tidak bisa diterapkan begitu saja untuk memerangi ketimpangan sosial yang mengakibatkan adanya ketidakadilan yang melembaga. Namun demikian, kepercayaan ini dapat membuat manusia makin peka dan mencari jalan memperbaiki kemanusiaan sendiri. Keterbukaan kepada dimensi ilahi akan membuat orang makin lurus.

(dari http://www.mirifica.net/artDetail.php?aid=5872)

Thursday, August 06, 2009

Berubah dan Berbahagialah...

TransfigurasiEnam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendirian saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka, dan pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat mengelantang pakaian seperti itu. Maka nampaklah kepada mereka Elia bersama dengan Musa, keduanya sedang berbicara dengan Yesus. Maka nampaklah kepada mereka Elia bersama dengan Musa, keduanya sedang berbicara dengan Yesus. Kata Petrus kepada Yesus: "Rabi, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia." Ia berkata demikian, sebab tidak tahu apa yang harus dikatakannya, karena mereka sangat ketakutan. Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara: "Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia." Dan sekonyong-konyong waktu mereka memandang sekeliling mereka, mereka tidak melihat seorangpun lagi bersama mereka, kecuali Yesus seorang diri. Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka, supaya mereka jangan menceriterakan kepada seorangpun apa yang telah mereka lihat itu, sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati. Mereka memegang pesan tadi sambil mempersoalkan di antara mereka apa yang dimaksud dengan "bangkit dari antara orang mati."

 

6 Agustus : Pesta Yesus Menampakkan KemuliaanNYA

Gunung Tabor disebut Gunung Kemuliaan karena di atas gunung itulah Yesus menampakkan KemuliaanNya kepada Petrus, Yohanes dan Yakobus. Di depan mata ketiga rasul itu, Yesus berubah: "...WajahNya bercahaya seperti matahari dan pakaianNya menjadi putih bersinar seperti terang" (Mat17:2). Kemuliaan Yesus sebagai Putera Allah itu diperkuat oleh kehadiran dua orang nabi besar Perjanjian Lama, Musa dan Elia.

Transfigurasi atau perubahan rupa Yesus dimaksudkan untuk meneguhkan hati ketiga rasul inti itu agar mereka tidak goyah imannya apabila menyaksikan kesengsaraan Yesus nanti. Tranfigurasi ini pun menjadi tonggak penghiburan bagi para rasul di saat-saat mereka mengalami kesengsaraan dan kesulitan dan menjadi jaminan kemuliaan dan kebahagiaan yang akan mereka alami di surga, sebagaimana telah dijanjikan Yesus: "Pada waktu itu orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerjaan Bapa mereka...."(Mat13:43).

Kebahagiaan terbesar yang dialami para Rasul di atas gunung itu menjadi tanda kepada kita tentang kebahagiaan surgawi yang akan dianugerahkan Allah kepada semua orang beriman. Santo Paulus melukiskan kebahagiaan itu dengan berkata: "Apa yang tidak dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia" (1Kor2:9). Pesta ini sudah jauh lebih dahulu dirayakan di kalangan Gereja Timur. Sedangkan untuk seluruh Gereja di seantero dunia, pesta ini baru ditetapkan perayaannya secara resmi pada tahun 1457, untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan atas kemenangan Pasukan Kristen terhadap serangan tentara Turki di Belgrado.

( sumber: http://www.imankatolik.or.id/kalender/6Agu.html )

 

 

Wednesday, August 05, 2009

Welcoming New Age

Memasuki babak baru tentu membutuhkan semua energi positif demi kebaikan yang lebih besar di hari-hari ke depan. Apa saja energi positif itu? Anda yang tahu atau pernha mengalaminya, please share it with us...
Mungkin justru sangat baik kalau salah satu energi positif itu adalah kemauan untuk berbagi... iya... tulus berbagi juga penting untuk tabungan "Masa Depan" di saat kita semua kembali padaNYA sebagaimana permulaan hidup kita adalah dariNYA. So, please share it with us.
Terimakasih.

Begging

Lalu Yesus pergi dari situ dan menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon. Maka datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berseru: "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita." Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya. Lalu murid-murid-Nya datang dan meminta kepada-Nya: "Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita dengan berteriak-teriak." Jawab Yesus: "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel." Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata: "Tuhan, tolonglah aku."

Tetapi Yesus menjawab: "Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." Kata perempuan itu: "Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya."

Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: "Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki." Dan seketika itu juga anaknya sembuh.

(Injil Rabu, 5 Agustus 2009)

Seberapa serius dan yakinkah ketika aku meminta sesuatu? Apakah permintaan itu hanya untuk ku sendiri atau untuk kebaikan orang lain? Seberapa rendah hatikah aku ketika meminta sesuatu? Bagaimana cara ku berdoa dan memohon selama ini?

Salam Hangat,

Alfonsus A.K.