Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi;
Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang.
Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya. Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku;
dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku,
ia tidak layak bagi-Ku.
Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.
Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan
barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku.
(Injil Senin 13 Juli 2009: Mat.10:34-11:1)
Siapakah yang tidak pernah merasa sedih atau menderita dalam hidup ini? Siapakah orang yang dibaptis kemudian hidupnya menjadi serba mudah dan nyaman-nyaman saja tanpa kesulitan? Hampir tidak ada tentunya, dan justru sebaliknya, kesulitan selalu saja ada dan harus kita tanggung. Sering pula bahwa kesedihan itu justru datang dari keluarga kita, dari orang dekat kita. Sering juga kita dikecewakan oleh sahabat sendiri, oleh orang kepercayaan. Bagaimana kadang kita harus melawan arus ketika menjalankan apa yang benar dan seharusnya baik dilakukan? Itulah pedang, itulah salib. Itulah yang akan menjadi proses penyempurnaan kita dan akhirnya membuat kita kian serupa dengan Juru Selamat yang Wafat di Salib dan Bangkit Mulia.
PengikutNYA tidak akan pernah terbebas dari salib! Melalui peristiwa salib, DIA kehilangan nyawa namun justru Bangkit Mulia. Tujuan kita mengikuti DIA bukan untuk menderita, melainkan untuk bahagia. Kita mau menjadi sempurna. Menjadi sempurna adalah pesan Sang Putra sendiri. Untuk menjadi sempurna kita harus serupa dengan DIA. Adalah kecenderungan manusia untuk meningkatkan standar hidup dan membuat hidupnya senyaman mungkin dan menjadi lebih baik. Dari seorang operator atau buruh pabrik biasa menjadi leader atau assistant supervisor. Dari seorang supervisor mau meningkat menjadi Assitant Manager. Meningkatkan standar hidup dan menjadi semakin nyaman tidak boleh hanya pada tataran fisik-ragawi saja tetapi juga harus mental dan rohani. Karena pada dasarnya manusia itu adalah makhluk rohani maka manusia juga harus meningkatkan standar hidup rohaninya, membuat roh nya menjadi nyaman, menjadi lebih baik.
PengikutNYA tidak akan pernah terbebas dari salib! Melalui peristiwa salib, DIA kehilangan nyawa namun justru Bangkit Mulia. Tujuan kita mengikuti DIA bukan untuk menderita, melainkan untuk bahagia. Kita mau menjadi sempurna. Menjadi sempurna adalah pesan Sang Putra sendiri. Untuk menjadi sempurna kita harus serupa dengan DIA. Adalah kecenderungan manusia untuk meningkatkan standar hidup dan membuat hidupnya senyaman mungkin dan menjadi lebih baik. Dari seorang operator atau buruh pabrik biasa menjadi leader atau assistant supervisor. Dari seorang supervisor mau meningkat menjadi Assitant Manager. Meningkatkan standar hidup dan menjadi semakin nyaman tidak boleh hanya pada tataran fisik-ragawi saja tetapi juga harus mental dan rohani. Karena pada dasarnya manusia itu adalah makhluk rohani maka manusia juga harus meningkatkan standar hidup rohaninya, membuat roh nya menjadi nyaman, menjadi lebih baik.
Meningkatkan standar hidup rohani berarti, berani memanggul salib hidup harian kita bahkan rela kehilangan nyawa, rela mempersembahkan hidup kita kepadaNya, rela melakukan yang benar dan baik. Dimarahi oleh atasan atau disabotase oleh rekan kerja, atau gagal dalam project, adalah bentuk real sakit yang harus kita panggul. DIA dulu memanggul sakit/salib yang bukan DIA sebabkan sendiri, sedangkan kita memanggul sakit/salib yang kita sebabkan sendiri, lalu mengapa kita menghindari salib itu? Semakin kita mau memanggul salib kita itu, semakin pula kita serupa dengan DIA, dan semakin jelas kita menjadi pengikutNya dan bahagia.
Mudah-mudahan justru TIDAK membingungkan...
ReplyDelete"Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang" >> extrem bgt yah.
ReplyDeleteMengingat semua orang berusaha berjalan dgn jalan damai(baca: pokoknya yg adem2 aja deh), jalan yg mayoritas (baca: jalan mudah), dst...
Kalimat yg jg sgt 'menyegarkan' untuk tetap ingat jalan mana yg harus ditempuh...